Selasa, 18 November 2008

Rock n' Roll Daily





AC/DC AND THE GOSPEL OF ROCK





Tiga puluh empat tahun sejak pertama kali memakai seragam sekolah, Angus Young dan band kerah birunya kembali dengan album terbaiknya sejak Back in Black.


Oleh David Fricke


Brian Johnson, vokalis AC/DC, terduduk di ujung sofa di sebuah kamar hotel di New York dengan tatapan kosong, kepala dan bahu merunduk akibat kelelahan. Dia tidak sakit. Johnson, pria bertubuh tegap bagaikan beruang yang berbicara dengan suara menggelegar, sedang meniru perilaku Angus Young, gitaris AC/DC, saat sedang tur, di belakang panggung menjelang konser. “Melihatnya di ruang ganti itu luar biasa,” kata Johnson sambil tertawa dengan logat Inggris utara yang kental. “Dia tampak begitu lelah, di tengah-tengah serangkaian konser, duduk dengan rokok dan secangkir teh.” Johnson membungkukkan badan. “Lalu, ’20 menit lagi, anak-anak.’ Dia berdiri, tanpa sepatah kata pun, menghilang – lalu kembali dengan kostum itu. Ada rokok di mulutnya, wajahnya tampak bersemangat, gitarnya bergantungan pada tubuhnya.”




“He’s like Clark fucking Kent!” ujar Johnson. “Dia masuk ke kotak telepon dan keluar sebagai anak nakal berusia 14 tahun, ready to rock!”




Itu adalah salah satu transformasi yang paling mengejutkan dalam dunia live rock & roll, sebuah adegan kontras yang kocak dibanding para jagoan gitar lainnya. Di setiap konser AC/DC selama hampir 35 tahun, Angus – dengan tinggi tubuh 157 cm – keluar dari ruang ganti bagaikan sedang menuju ruang kepala sekolah, dengan seragam anak sekolah yang belum puber – kemeja putih, dasi dan jaket, topi dan celana pendak – seperti yang dulu dipakainya sewaktu masih anak-anak di Sydney, Australia. Lalu, sementara drummer Phil Rudd, bassis Cliff Williams dan rhythm guitarist Malcolm Young, kakak Angus, memainkan riff keras dan kord dahsyat yang pertama, Angus terus menerus mengamuk pada lead guitar hingga encore yang terakhir. Sambil memainkan riff menyayat dan solo melengking, dia berjingkat-jingkat di sekeliling panggung, menggoyangkan kepala bagai ayam setelah overdosis kafein dan berputar sambil berbaring, kakinya menendang-nendang di udara. Sekali-sekalinya dia berhenti adalah pada lagu “Bad Boy Boogie”, dari album Let There Be Rock (1977) – Angus menurunkan celana pendeknya dan memamerkan pantatnya kepada penonton.

Kalau mengajukan pertanyaan sederhana ke Malcolm dan Angus Young – “Siapa yang memimpin AC/DC?” – Anda akan mendapat jawaban yang sederhana. “Kami berdua,” kata Malcolm dengan cepat. “Karena kami ada di sana sejak awal.” Angus langsung menanggapi. “Pada umumnya begitu. Kami telah melaluinya sejak awal.”




“Mereka adalah anak-anak yang penuh tekad dalam semua yang mereka lakukan,” kata Johnson, yang sempat menjadi vokalis Georgie, band Inggris yang cukup sukses di tahun ’70-an dan juga memiliki bisnis atap mobil yang sukses di Newcastle, Inggris ketika ikut audisi untuk menjadi vokalis AC/DC di musim semi 1980, beberapa minggu setelah wafatnya Scott. “Semua,” kata Johnson lagi, dengan penuh semangat. “Kita tak bisa mengubah pikiran mereka. Saya sudah mencoba. Kalau saya berkata, ‘Sebaiknya kami tidak melakukan konser ini, karena ada salju di jalan, berbahaya,’ mereka akan berkata, ‘Tapi anak-anak itu sudah punya tiket.’ ‘Kita bisa terbunuh saat melalui jalan naik gunung itu.’ ‘Tapi anak-anak itu sudah beli tiket.’ Saya berkata, ‘Saya tahu, kita bisa pergi besok malam.’ Mereka berkata, ‘Tidak, John-o, tiket mereka untuk malam ini.’ ”




Steve Barnett, co-chairman Columbia Records, sempat menjadi co-manager AC/DC dari pertengahan ’80-an hingga pertengahan ’90-an. “Mereka ingin melakukan semuanya dengan cara sendiri,” katanya tentang Young bersaudara. “Itu penting bagi mereka. Pada dasarnya, mereka punya bayangan yang jelas mengenai jalan yang ingin ditempuh.” Young bersaudara telah mengizinkan musik mereka dipakai oleh militer A.S. untuk iklan rekrutmen. “Tapi iklan mobil, tidak,” kata Malcolm dengan tegas. Band itu telah bekerja sama dengan Wal-Mart dan MTV untuk menciptakan edisi khusus AC/DC dari video game interaktif Rock Band, namun Malcolm dan Angus menolak mengizinkan lagu-lagu AC/DC dijual dalam format MP3.
Bahkan George pun dihadang saat dia dan Vanda memproduseri album Blow Up Your Video (1988). Malcolm telah lama menjadi peminum berat. (Sebaliknya, Angus tidak minum alkohol.) Tapi selama sesi rekaman itu, menurut George, “Saya melihat gejala-gejalanya. Malcolm bermasalah. Saya berkata jika dia tidak membenahi diri, saya akan hengkang. Seingat saya ancaman itu tidak membawa dampak.” George menyebut bahwa dia dan adik-adiknya berasal dari keluarga yang keras kepala. “Dia keluarga kami, jika ada masalah, kami menanganinya sendiri. Tak ada gunanya jika orang-orang menyuruh kami untuk menghentikan ini atau itu.”









JAMES HETFIELD







Vokalis Metallica bercerita tentang cedera akibat headbanging dan album favoritnya.

Oleh Austin Scaggs


Seperti apa perayaan Metallica ketika album studio mereka yang kesembilan, Death Magnetic, langsung menduduki puncak tangga album? “We bought a bunch of drugs and cars,” kata vokalis James Hetfield sambil bercanda. “Bukan, kami saling menatap dengan mulut menganga dan berkata, ‘Man!’ ” Sebuah momen yang manis, khususnya bagi Hetfield: “Beberapa tahun lalu, kami saling membentak, memecah band ini – dan lihatlah sekarang!” katanya. “Sulit dipercaya. Dan bagi saya, dalam keadaan bersih [dan tidak mabuk], ini menjadi semakin bermakna.” Hetfield, 45 tahun, menelepon dari Glendale, Arizona beberapa jam sebelum awal tur Metallica, yang mencakup 70 konser dalam sembilan bulan.

Kalian telah tampil di panggung sepanjang tahun ini. Apa lagu-lagu baru yang paling seru untuk dibawakan?


Pada musim panas lalu, kami memainkan “Cyanide” dan “The Day That Never Comes”. Di tur ini, kami akan menggilir empat sampai lima lagu baru tiap malam. Kami ingin memberi kesempatan agar lagu-lagu itu menjadi abadi, seperti “Fade to Black” atau “Seek and Destroy”. Lagu-lagu itu menjadi abadi bukan karena merupakan lagu yang bagus di album, tapi karena kami memainkannya, dan penonton belajar bahwa mereka punya bagian sendiri untuk dinyanyikan.



Di mana Anda menulis lirik Death Magnetic?

Kebanyakan di rumah. Ada satu lagu berjudul “Shine” – itu tidak ada di album tapi akan dirilis suatu saat nanti – yang saya tulis di pelantikan Rock & Roll Hall of Fame pada tahun 2006, ketika kami melantik Black Sabbath. Saya mendapat inspirasi, dan saya menulisnya seperti puisi.

Kemungkinan besar, Metallica akan dilantik ke Hall of Fame pada April mendatang. Siapa yang akan hadir di atas panggung bersama kalian?
Semua yang bermain di rekaman seharusnya ada di sana. Kami dianggap layak untuk masuk ke Hall 25 tahun setelah rekaman pertama, bukan setelah dibentuk.
Berarti Dave Mustaine tidak masuk.
Dia tidak ada di album. Jason Newsted seharusnya ada di sana – dia tergabung dalam band ini selama 14 tahun dan bermain di beberapa album – begitu juga Robert Trujillo.


Apakah akan terasa aneh dengan hadirnya Jason di sana?

Tak ada alasan untuk merasa aneh. Kami tak ingin jadi bagian dari opera sabun di Hall of Fame. Semua orang ingin melihat kekacauan, seperti ketika pertengkaran Blondie yang tak penting di atas panggung [di pelantikan pada tahun 2006]. Murahan.


Sudahkah Anda mendengar lagu-lagu yang bocor dari Chinese Democracy?

Belum. Saya yakin Lars sudah mendengarnya – dia pengikut fanatik Axl [tertawa]. Dia mengikutinya dan mengusiknya, berusaha menyerap aura rock star-nya. Kami pernah tampil bersama mereka di sebuah festival di Jerman pada tahun 2006 – bukan di hari yang sama – dan kami menonton mereka. Dia adalah frontman yang bagus. Banyak embel-embel yang ikut terbawa karenanya, tapi dia memang berbakat.

Di lagu baru “Broken, Beat and Scarred”, Anda bernyanyi, “Show your scars.” Apakah Anda mengalami bekas luka permanen akibat kecelakaan efek api panggung di tahun 1992 itu?

Dari pemanggangan manusia di Montreal? Memang ada bekas lukanya. Kami pernah memuat body scan di majalah fan-club kami, dan memperlihatkan pergelangan dan tulang iga saya yang patah, luka bakar dan sebagainya. Piringan di punggung saya cedera saat Summer Sanitarium Tour beberapa tahun lalu. Itu yang paling mengganggu.


Apa yang Anda dengarkan belakangan ini?

Saya selalu mendengar stasiun Hard Attack di [radio satelit] Sirius. Di sana ada seorang DJ bernama Jose yang begitu mencintai metal. Saya juga medengar Little Steven’s Underground Garage. Orang itu adalah sumber informasi, dan dia juga bekerja dengan Handsome Dick – saya selalu belajar.


Album apa yang paling sering Anda dengarkan?

Rocks-nya Aerosmith. Di usia 15 tahun, saya melihat sebuah band sedang berlatih. Saya hanya punya combo amp kecil, dan mereka punya PA yang bagus, aroma peralatan dan tubes yang panas...saya terpikat. Mereka punya beberapa album Aerosmith, dan memainkan Rocks. Di saat itu, saya tertular demam rock & roll. Itu dia.
Apa pernak-pernik Metallica yang paling berharga bagi Anda?
Maksud Anda, sesuatu yang tidak dimiliki Lars?
Dia menyimpan semuanya?
Lars punya cukup banyak untuk bisa membuka empat buah museum Metallica. Satu untuk barang-barangnya, satu untuk barang-barang saya, satu untuk barang-barang Kirk...hal terbaik yang saya miliki adalah poster dari tur kami bersama Raven, dari konser di Bald Knob, Arkansas [di tahun ’80-an]. Konser itu di atas beton di tengah-tengah lapangan yang penuh serangga. Di sampingnya, ada orang yang menjual roti berisi ikan lele.


Itu membuat Anda teringat akan betapa jauhnya perjalanan Anda?

Ya. Pada poster itu tertulis, “Raven: Number One Metal Band in Europe.” Itu tidak sepenuhnya benar. Lalu di bawahnya tertulis, “Metallica: Potential to Become U.S. Metal Gods.”


GUN n' ROSES

OLEH DAVID FRICKE


Langsung saja : Album Guns n’ Roses pertama yang berisi lagu-lagu baru dan orisinil sejak pemerintahan Bush yang pertama adalah album hard rock yang hebat, nekat, lepas kendali dan tidak berkompromi. Dengan kata lain, album ini mengingatkan pada Guns n’ Roses yang Anda kenal selama ini. Kadang-kadang, ini terdengar seperti band dahsyat yang membuat Appetite for Destruction yang sempurna di tahun 1987; seringkali ini terdengar lebih seperti band yang tersebar di dua CD Use Your Illusion I dan II di tahun 1991, tapi dipadatkan menjadi satu CD penuh shredding gitar yang cepat, orkestra megah, elektronik hip-hop, paduan suara dan vokal Axl Rose yang masih kuat dan terdengar seperti sirene karatan.

Jika Rose sempat merasa ragu atau bersalah atas harga yang dibayar dari segi waktu (13 tahun), uang (14 studio tercantum di kover) dan anggota band – termasuk keluarnya tiap anggota pendiri lainnya – dia tidak menunjukkannya dalam ke-14 lagu ini. Di antara kepadatan gitar di “I.R.S.”, Rose bernyanyi, “I bet you think I’m doin’ this all for my health,” salah satu dari sekian kali di album yang menunjukkan kesadarannya akan pendapat orang lain tentang dirinya: bahwa Rose, kini 46 tahun, telah menghabiskan sepertiga terakhir dari kehidupannya dalam keadaan kehilangan arah. Tapi ketika dia berteriak, “All things are possible/I am unstoppable” pada “Scraped”, itu bukan keangkuhan orang gila – hanyalah bentuk perlawanan rock & roll klasik, seperti yang dulu membuat band-nya pertama kali terkenal.

Hal lain yang berulang kali dinyatakan Rose pada Chinese Democracy: Menahan diri adalah untuk orang bodoh. Ada banyak amunisi gitar yang familier – lick menusuk yang membuka lagu pertama, “Chinese Democracy”, badai distorsi pada “Riad N’ the Bedouins” dan looping lengkingan pada “Street of Dreams”. Tapi yang dulu dilakukan Slash dan Izzy Stradlin dengan dua gitar kini membutuhkan satu pasukan. Pada beberapa lagu, Rose dibantu lima orang – Robin Finck, Buckethead, Paul Tobias, Ron “Bumblefoot” Thal dan Richard Fortus – yang beradu riff dan solo. Saya masih berpendapat bahwa “Oh My God” – lagu yang liar dan padat dari sesi awal Chinese Democracy yang disia-siakan di soundtrack film End of Days pada tahun 1999 – masih lebih baik dibanding semua lagu yang dibawakan ulang oleh Guns n’ Roses pada album The Spaghetti Incident? (1993).

Kebanyakan lagu ini juga menampilkan berbagai perubahan nuansa, seolah-olah Rose terus mencoba cara baru dalam melakukan hook atau bridge, lalu berpikir, “Persetan, semuanya keren.” “Better” dibuka dengan suasana hip-hop – gitar menyayat, mesin drum dan suara Rose yang mendekati falsetto (“No one ever told me when/I was alone/They just thought I’d know better”) – sebelum berubah menjadi lagu khas era Sunset Strip. Pada “If the World”, Buckethead memetik gitar Spanyol akustik diiringi irama film blaxploitation, sementara Rose membuktikan bahwa tak ada penyanyi rock lain yang mampu menahan nada panjang – bagaikan perpaduan antara korban siksaan dan suara mesin jet – seperti dirinya.
Dan ada begitu banyak detail dalam “There Was a Time” – orkestra dan Mellotron, paduan suara berkekuatan penuh dan overdubbing raungan Rose sebagai harmonisasi, gitar wah-wah serta akhiran yang mengecoh (paduan suara lagi) – sehingga mudah untuk percaya bahwa Rose menghabiskan sebagian besar dekade terakhir untuk aransemen lagu itu saja. Tapi itu tak pernah terdengar berantakan, lebih seperti perpaduan kenangan buruk dan pelajaran sulit. Di bait pembuka, Rose kembali ke awal yang mirip kisah hidupnya sendiri – “Broken glass and cigarettes/Writin’ on the wall/It was a bargain for the summer/An’ I thought I had it all” – lalu menghamburkan perusakan, lengkap dengan orkestra dan gitar. Pada akhirnya, lagu ini berisi kerinduan sekaligus perpisahan (“If I could go back in time...But I don’t want to know it now”). Kalau inilah Guns n’ Roses yang selama ini dibayangkan oleh Rose, tampak jelas mengapa dua gitar, bas dan drum takkan pernah cukup.

Tampak jelas juga bahwa dia merasa Guns n’ Roses yang sekarang ini adalah sebuah band, sama seperti yang pernah merekam “Welcome to the Jungle”, “Sweet Child O’ Mine”, “Used to Love Her” dan “Civil War”. Daftar keterangan yang panjang di kover Chinese Democracy menjabarkan semua detil kontribusi. Favorit saya: “Initial arrangement suggestions: Youth on ‘Madagascar.” Porsi kontribusi Rose adalah yang terbesar – “Lyrics N’ Melodies by Axl Rose” – tapi dia berbagi akreditasi dengan musisi- musisi lain pada semua lagu kecuali satu. Bassis Tommy Stinson bermain di hampir tiap lagu, dan kibordis Dizzy Reed, satu-satunya anggota tersisa dari formasi Illusion, bermain piano ala Elton John di “Street of Dreams”.
Tapi Rose masih banyak bernyanyi tentang kekuatan tekad individu, bahkan di saat dia terjun dalam pertempuran yang lebih hebat, seperti “Chinese Democracy”. Pada “Madagascar”, yang sudah dibawakan Rose dalam konser selama beberapa tahun, dia memakai sample pidato “I have a dream”-nya Dr. Martin Luther King serta cuplikan dialog dari film Cool Hand Luke. Di akhir album, pada “Prostitute”, Rose beralih dari suara berbincang yang diiringi irama bom waktu menjadi jeritan yang dihiasi serbuan lima gitar dan orkestra: “Ask yourself/Why I would choose/To prostitute myself/To live with fortune and shame.” Baginya, proses pembuatan Chinese Democracy yang panjang bukan atas dasar paranoia dan kendali, tapi prinsip berkata “Saya tidak mau” di saat semua orang lain berkata, “Kamu harus.” Anda boleh memperdebatkan apakah album rock manapun setimpal dengan idealisme yang seekstrim itu. Sebenarnya, hal yang paling rock & roll pada Chinese Democracy adalah Rose tidak peduli dengan pendapat Anda.

Tidak ada komentar: